Forkopimda Aceh Salah Minum Obat, Solusi yang Dinanti Jam Malam dan Tanah Kuburan yang Diberi

Banda Aceh, INFONANGGROE.com – Ditengah semakin carut-marutnya kondisi perekonomian Aceh dimasa pendemi covid-19 ini, penurunan penghasilan hingga gulung tikar yang berdampak kepada kekurangan kemampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari hingga keterbatasan kemampuan membayar cicilan kredit bulanan. Kondisi itulah yang kini mendera banyak pelaku usaha mikro, kecil meneng (UMKM) di Aceh yang terkadang harus sesak napas dan mengusik dada setiap kali pernyataan, larangan hingga maklumat dikeluarkan pemerintah.

“Pelaku UMKM merindukan Pemerintah hadir memberikan solusi dan meringankan beban yang kini tengah mereka alami. Namun apa hendak dikata, ibarat cinta bertepuk sebelah tangan, jangankan solusi tekanan psikologis yang justru mereka alami karena kebijakan salah minum obat yang terlalu sering diterbitkan, kepanikan yang seakan sengaja diciptakan dan maklumat serta larangan tanpa disertai oleh tindakan pemerintah dalam membantu rakyat meringankan bebannya,”ungkap ketua Komda UKM Aceh Besar, Farizal kepada media, Sabtu 4 April 2020.

Bacaan Lainnya

Farizal mengatakan, belum pulih dari ingatan masyarakat tentang hasrat pemerintah dalam penyediaan tanah kuburan, kini sejumlah ancaman baru berjudul jam malam yang diiringi dengan pemblokiran jalan oleh aparat keamanan berseragam lengkap dengan rotan di tangan. Tragedi ini sungguh membuat masyarakat terutama banyak pelaku UMKM semakin stres tak karuan.

“Sejumlah kebijakan di Aceh seakan seperti kebijakan salah minum obat. Pintu keluar masuk via darat, laut dan udara yang mestinya ditertibkan malah itu pula yang seakan dibiarkan. Sebaliknya, kondisi rakyat yang mesti diperhatikan malah pemerintah hanya bisa beretorika untuk membenarkan setiap maklumat himbau dan larangan, sungguh kondisi ini seakan-akan menunjukkan pengambil kebijakan dalam kondisi sakit, sehingga patut dicek apakah yang menandantangi maklumat dan himbauan itu sedang dalam kondisi ODP atau bahkan PDP,” ketanya mengaku kesal.

Farizal menambahkan, di tengah kepanikan yang didera masyarakat akhibat bola api dari pemerintah, terlihat sejumlah tender yang tak ada hubungannya dengan penanganan covid -19 terus mulus berjalan. “Patut kita duga kepanikan yang dimunculkan itu semacam propraganda agar tindakan Pat gulipat di Pemerintahan Aceh lenyap dari pantau publik,”cetusnya.

Menurut Farizal, seharusnya pemerintah menghadirkan solusi di tengah pendemi. “Jadi yang dirindukan pedagang kecil dan pelaku UMKM itu bukan larangan tak masuk akal itu, tapi apa point’ penting kebijakan solutif dari pemerintah terhadap pemenuhan kebutuhan hidupnya dan pembayaran cicilan kreditnya, jika usahanya harus ditutup. Bukan mereka tak takut terhadap penyebaran virus itu, tapi mereka lebih khawatir jika cicilannya tak terlunasi dan tidak bisa penuhi kebutuhan makan anak istrinya sehari-hari, seharusnya pengambil kebijakan pikir pakai otak dan gunakan hati nurani. Bukan cuma bisanya beri ancaman pukulan rotan aparat keamanan bahkan denda 70 jutaan,” jelasnya.

Masih kata Farizal, jikapun pemerintah Aceh belum sanggup memenuhi hal itu, maka setidaknya pemerintah harus memikirkan cara lain misal menyediakan sanitasi di tempat usaha bagi UMKM sebagai upaya pencegahan, pengaturan jarak dan sebagainya. Pelaku UMKM tetap dibenarkan beraktivitas normal dengan sejumlah strategi antisipasi penyebaran virus misalkan.

“Kita berharap ada langkah-langkah solutif, sebelum hak warga terpenuhi, kewajiban pemerintah jangan bisa-bisanya hanya mengeluarkan ancaman dan larangan dan menyebar ketakutan. Lakukan kebijakan yang masuk akal lalu bantu masyarakat dalam melakukan pencegahan penyebaran Covid 19. Kalau Pemerintah Aceh tidak mampu, besok sampaikan ke publik bahwa pemerintah menyerah, angkat tangan dan lambaikan ke kamera,”pungkasnya.

Pos terkait